Merujuk temuan Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK pada tahun 2021, terdapat 2.127 kasus gratifikasi berdasarkan instansi dan terdapat 2.402 jenis gratifikasi menurut jenis barang yang diberikan.
Berdasarkan instansi, sebanyak 703 kasus terjadi di kementerian, 481 kasus di instansi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), 430 kasus di lembaga pemerintahan, 227 kasus di pemerintahan provinsi, 182 kasus di pemerintahan kabupaten, 103 kasus di pemerintahan kota, dan 1 kasus di instansi lainnya.
Terbaru, dikutip dari Antara News, KPK menemukan kasus gratifikasi senilai lebih dari Rp 247 juta pada perayaan Hari Raya Idulfitri tahun 2022.
Selain itu, kasus gratifikasi yang turut menyorot perhatian publik tahun ini adalah dugaan gratifikasi oleh Mardani Maming eks Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di daerahnya.
Secara umum, apabila merujuk laman djkn.kemenkeu.go.id, gratifikasi dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum apabila diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan alasan yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.
Oleh karena itu, guna menghindari praktik gratifikasi, Kementerian Keuangan melalui laman djpb.kemenkeu.go.id, mengenalkan metode PROVE IT.
Metode tersebut dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada diri sendiri saat mempertimbangkan apakah sebuah gratifikasi boleh diterima atau tidak.
Beberapa hal yang ditanyakan pada metode tersebut adalah sebagai berikut.
-Purpose.
Apakah tujuan dari pemberian gratifikasi tersebut?-Rules.
Bagaimanakah aturan perundangan mengatur tentang gratifikasi?-Openness.
Bagaimana substansi keterbukaan pemberian tersebut? Apakah hadiah diberikan secara sembunyi-sembunyi atau di depan umum?-Value.
Berapa nilai dari gratifikasi tersebut? Jika gratifikasi memiliki nilai yang cukup tinggi maka sebaiknya pegawai negeri atau penyelenggara negara perlu bersikap lebih berhati-hati dan menolak pemberian tersebut.-Ethics.
Apakah nilai moral pribadi anda memperbolehkan penerimaan hadiah tersebut?-Identity.
Apakah pemberi memiliki hubungan jabatan, calon rekanan, atau rekanan instansi?-Timing.
Apakah pemberian gratifikasi berhubungan dengan pengambilan keputusan, pelayanan, atau perizinan? Berdasarkan metode dan menanyakan hal-hal di atas, maka pegawai negeri dan para penyelenggara negara maupun ASN diharapkan dapat mengidentifikasi gratifikasi yang dilarang atau gratifikasi yang wajib dilaporkan.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.